Friday, October 31, 2008

Liberalisme Justru Menghancurkan Barat

Pengantar Redaksi:

Barat, oleh Barat sendiri, dicitrakan sebagai negara penuh dengan peradaban dan makmur. Keberhasilan pencitraan ini menjadikan sebagian kecil kaum Muslim terkagum-kagum bahkan memuja-mujanya.

Benarkah liberalisme (sebagai paham dasar mereka) memberikan kejayaan? Bagaimana sebenarnya wajah negara-negara Barat? Ataukah liberalisme justru menjadi mesin penghancur bagi peradaban Barat sendiri? Apa sebenarnya ide-ide palsu liberalisme? Siapa sebenarnya target di balik promosi ide liberalisme? Lalu bagaimana kita membendungnya?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, wartawan al-waie (gus uwik), dibantu Reza Aulia, mewawancarai secara eksklusif Dr. Imran Wahid (Mantan Representatif Media HT Inggris) dari London-Inggris. Berikut petikannya.

Barat memberikan kesan bahwa mereka memiliki kejayaan karena liberalisme. Apakah hal ini benar?

Kejayaan apa? Yang ada justru sebaliknya. Keterpurukan. Nilai-nilai liberal Barat memiliki keterkaitan yang erat dengan mentalitas pemuasan sensual secara instan. Hal ini tercermin dalam suatu ungkapan Latin yang terkenal ‘Carpe Diem’, yang diterjemahkan kurang lebih, ‘Nikmatilah hari ini’.

Falsafah ini mempengaruhi cara pandang masyarakat Barat. Akibatnya, sedikit sekali mereka yang khawatir akan masa depan atau memikirkan konsekuensi atas tindakan seseorang. Liberalisme menuntun orang untuk meyakini bahwa pemuasan sensual secara instan adalah memenuhi apa yang dibutuhkan sebanyak mungkin. Inilah liberalisme yang telah menyebabkan negara-negara kapitalis berada dalam hutan belantara hewan-hewan liar yang menelan pihak yang lemah. Manusia turun derajatnya seperti hewan sebagai akibat diumbarnya nafsu dan kebutuhan-kebutuhannya. Pada level internasional, ide-ide itulah yang secara langsung telah menyebabkan kematian jutaan orang di Irak dan Afghanistan.

Apa fakta yang menunjukkan bahwa liberalisme telah menjadi ‘mesin penghancur’ kebudayaan Barat?

Di Inggris, contohnya, nilai-nilai itu (liberalisme, red.) telah menyebabkan kejahatan yang mewabah pada kaum muda, yang sering melakukan pembunuhan hanya karena korbannya menatapnya dengan pandangan yang aneh. Di Inggris, setiap hari ada 175 perampokan dengan memakai pisau; 2 orang wanita dibunuh setiap harinya sebagai akibat dari kekerasan dalam rumah tangga. Bahkan, menurut survei yang ada, 1 dari 5 kaum muda Inggris percaya bahwa kekerasan terhadap wanita bisa diterima. Lebih mengerikan lagi, ada 1 dari 20 wanita yang diperkosa. Di negeri itu juga ada lebih dari 10 orang dibunuh dan terluka karena senjata setiap harinya. Angka kriminalitas yang paling mutakhir menunjukkan bahwa tahun lalu ada lebih dari satu juta kasus pencurian mobil. Pencurian ini menyumbang hampir tiga perempat dari keseluruhan kasus kriminal yang dilakukan dengan kekerasan. Di tingkat yang lebih tinggi lagi, ada skandal keuangan yang melibatkan Enron dan Worldcom yang telah menggoyang ekonomi Barat.

Pendekatan masyarakat liberal atas banyak masalah ini adalah karena berlanjutnya kebebasan/liberalisme. Kecanduan alkohol mewabah dipenuhi dengan dibukanya pub-pub dan kelab-kelab malam selama 24 jam. Problem perjudian dipenuhi dengan diajukannya proposal untuk membangun banyaknya “super casino”. Penyelesaian yang diajukan Barat dangkal dan tidak efektif. Ujungnya bukan menyelesaikan masalah, namun justru memperkeruh permasalahan yang ada.

Apakah ide-ide palsu dari liberalisme?

Liberalisme muncul menyusul adanya konflik di antara para ahli flsafat Eropa dan Gereja pada saat Renaissance. Hasil dari konflik ini adalah bahwa agama harus dipisahkan dari urusan kehidupan, yakni sekularisme. Karena itu, para penyokong nilai-nilai ini menegaskan juga bahwa peran Islam dalam masyarakat haruslah dibatasi hanya pada urusan peribadatan personal, sedangkan keputusan-keputusan politik mengenai cara mengurus masyarakat diberikan kepada manusia. Ini jelas bertentangan dengan akidah kaum Muslim, yang menganggap bahwa politik adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Islam. Karena itulah, kaum Muslim harus menolak liberalisme.

Kenyataannya, nilai-nilai liberal ini terungkap oleh tindakan-tindakan Barat itu sendiri, khususnya setelah terjadinya Peristiwa 11 September. Kita telah melihat legitimasi atas pembantaian, juga tindakan penahanan sangat semena-mena yang dilakukan tanpa sidang pengadilan. Inilah suatu bukti yang terjadi di depan mata kita di Abu Ghraib, Bagram dan Guantanamo.

Nilai-nilai liberal seperti kebebasan dan HAM mendapat pukulan yang amat keras, bukan dari kaum Muslim, melainkan oleh Amerika itu sendiri! Kemunafikan dan kontradiksi ini begitu mengguncang sehingga banyak non-Muslim yang mulai mempertanyakan validitas ide-ide liberal itu sendiri dan kebijakan luar negeri kaum penjajah dari pemerintahan mereka atas Dunia Islam.

Siapakah target sebenarnya dari kebebasan ini?

Pemerintahan Barat mengetahui bahwa ideologi Kapitalisme, termasuk liberalisme, tidak mendapatkan perlawanan selain dari Dunia Islam. Mereka sadar bahwa umat Islam memiliki sebuah ideologi yang mereka emban. Pemerintahan Barat menyadari bahwa hal ini bisa merupakan ancaman laten walaupun pada saat ini umat Islam tidak memiliki sebuah negara dan seorang pemimpin yang menyatukan. Karena alasan itulah, pemerintahan Barat bekerja siang-malam untuk menyebarkan ideologi yang merusak itu kepada Dunia Islam melalui berbagai cara, termasuk lewat media dan para penguasa kaki tangan mereka. Sebuah contoh yang baik atas hal ini adalah British Council yang memberikan kesan luar berupa pengajaran Bahasa Inggris, padahal juga mempromosikan nilai-nilai Barat, termasuk ide-ide kebebasan pribadi, kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi. Sebagian kaum Muslim tertarik atas ide-ide ini, karena mereka hidup di bawah pemerintahan yang brutal. Ide-ide ini tentu ditolak sepenuhnya oleh Islam.

Kendatipun kampanye ini dilakukan, kaum Muslim yang tinggal di Barat mencela liberalisme-sekular ini. Sebuah polling baru-baru ini oleh ICM atas sikap kaum Muslim di Inggris menerbitkan hasil berikut: 81% memandang kebebasan berbicara sebagai sebuah cara untuk menghina Islam; 61% mendukung syariah; 88% ingin Islam diajarkan di sekolah-sekolah; dan 60% tidak menganggap perlu untuk berintegrasi. Jika hal ini merupakan sebuah pandangan kaum Muslim yang hidup di bawah bendera pembawa liberalisme, maka seseorang dapat memperkirakan pendirian Dunia Islam atas nilai-nilai liberal sekular. Cukup untuk mengatakan bahwa Barat telah gagal meyakinkan massa kaum Muslim bahwa liberalisme Barat adalah lebih baik daripada Islam.

Dengan cara apa liberalisme ditegakkan oleh Barat?

Liberalisme ditegakkan ketika mereka menggambar kartun yang menghina Rasulullah saw., ketika mereka membuat film semacam “Fitna” yang menggambarkan Islam sebagai sebuah agama yang penuh kekerasan dan ketika mereka menerbitkan buku-buku semacam Ayat-Ayat Setan yang menghina para istri Nabi saw. Di bawah bendera liberalisme, kaum Muslim dipaksa harus bertoleransi atas semua bentuk propaganda melawan Islam.

Namun, pada saat yang sama mereka mengungkap kemunafikan liberalisme ketika mereka menegakkan hukum untuk membungkam orang-orang yang menentang imperialisme Barat, dengan menuduh mereka “memuja terorisme”, dan menyerukan pelarangan partai-partai politik Islam seperti Hizbut Tahrir. Di Prancis, para wanita Muslimah dilarang memakai jilbab dan Pengadilan HAM Eropa menguatkan larangan yang dilakukan oleh Turki untuk melarang jilbab di universitas-universitas Turki.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan oleh umat Muslim atas masalah ini?

Pertama: kaum Muslim harus memahami bahwa motif dari kampanye semacam ini—untuk menyebarkan nilai-nilai liberal kepada Dunia Islam—adalah untuk membuat ideologi kapitalis menjadi nilai-nilai yang universal dan melemahkan keterikatan Muslim atas agamanya. Jika mereka memahami motif-motif ini maka umat Muslim akan bersatu menentang ide-ide semacam ini.

Kedua: selain kesadaran akan posisi Islam dalam kaitannya dengan nilai-nilai ini, kaum Muslim harus juga mengetahui realitas yang menakutkan dari nilai-nilai ini (liberalisme, red.) yang telah membentuk masyarakat Barat menjadi ’bangsa hewan’, seperti keluarga yang berantakan, hubungan seksual dengan siapa saja, epidemi kecanduan alkohol dan obat-obatan, melalaikan anak-anak dan orang jompo dan tumbuhnya kriminalitas.

Ketiga: umat Muslim harus mengungkap kemunafikan pemerintahan Barat ini dengan melemahkan nilai-nilai liberal mereka sendiri. Umat Islam harus mengkritik tajam inkonsistensi Barat. Mengapa pemerintah Barat melarang jilbab dan membungkam kaum Muslim di Barat yang menentang ketidakadilan, padahal ini adalah bagian dari pelaksanaan HAM? Umat Islam juga dapat menyoroti konsekuensi yang sesungguhnya yang telah menciptakan masyarakat seperti ini.

Keempat: umat Muslim harus bekerja bagi tegaknya Khilafah karena inilah alternatif satu-satunya atas kegelapan yang diderita oleh masyarakat di bawah liberalisme. Di bawah Khilafahlah hak-hak manusia ditentukan oleh Sang Pencipta manusia, yang pasti terpenuhi secara adil, bukan oleh manusia itu sendiri. Tidak ada seorang pun yang dipaksa untuk menjadi Muslim; kaum wanita akan diberikan hak-hak mereka yang sesungguhnya; penduduk bisa meminta tanggung jawab penguasa dan tidak ada ruang bagi para diktator brutal yang mengotori Dunia Islam pada hari ini.

Akhirnya, perlu untuk mengingat kata-kata seorang ahli politik Amerika, Samuel Huntington, yang mengatakan, “Barat menguasai dunia bukan karena superioritas ide-ide atau nilai-nilainya atau agamanya, melainkan karena superioritasnya dalam menerapkan kekerasan yang terorganisasi. Orang Barat sering lupa akan fakta ini, tetapi orang non-Barat tidak pernah melupakannya.” []

No comments: